Jangan Harap Kembali Normal










Semua menunggu-nunggu, kapan pandemi berakhir. Kapan situasi kembali nornal seperti sebelum pandemi. Jualan lancar, terus tumbuh dan banyak peluang hadir.

No way,

Ndak akan ada lagi situasi seperti sebelum pandemi. Sembilan bulan sudah kita dipaksa membiasakan diri dengan sesuatu yang baru. Kata orang, untuk membiasakan diri kepada kebiasaan baru waktu tiga bulan, dan itu akan berpotensi menjadi kebiasaan permanen baru.

Kebiasaan baru ini sudah diinject suka atau tidak suka selama sembilan bulan. Secara tak sadar kita telah membiasakan dengan kebiasaan baru, gaya baru dan budaya baru.

Lantas, andai setahun baru pulih pandemi, dan kita berharap kembali kepada kebiasaan lama sebelum pandami, itu sebuah harapan yang sulit terjadi.

Selama sembilan bulan, mulai muncul kenyamanan baru, belajar online, belanja online, kerja online dan sejenisnya. Dan ternyata itu bisa dilakukan yang sebelumnya sebuah kemuskilan.

Jika kenyamanan itu terjadi, maka untuk krmbali seperti sedia kala sangat lah sulit terjadi. Terus bagaimana bertahan dalam era perubahan yang memaksa tadi.

Ndak ada plihan, mesti berimajinasi seperti apa kiranya dunia baru paska pandemi nanti. Harus melakukan adjustment kerja dan bisnis. Cara produsi, cara memasarkan dan cara distribusi di alaf baru ini. Tanpa melakukan adaptasi ini, rasanya sulit untuk tetap bertahan.

Hari ini, banyak kuliner pinggir jalan pada tutup,  hotel dan penginapan, travel dan jasa transportasi, usaha kerajinan dan lainnya. Jika tetap bertahan dengan cara-cara lama dan berharap pandemi berlalu dan omset pulih kembali seperti sedia kala, rasanya itu hal yang mustahal.

Tak ada pilihan, mari beradaptasi dan terus berinovasi dengan cara-cara baru. Para petani, nelayan, pedagang dan para pekerja. Mari kita yakini, bahwa kembali nornal seperti semula itu adalah utopia, bak mimpi disiang bolong. Mari kita sambut senyum hangat penuh semangat dunia baru yang sedang muncul.

No comments: