Menata Hidup Kembali

Malam itu mataku agak sulit terpejam, padahal minggu pagi tadi saya gowes sekitar 15 km, lumayan bersepeda dari sampai bundaran Cibiru, membuat keringan mengucur.
Sudah lama aku ndak gowe, bukan karena apa, cuman karena rantai sepeda gunungku bermasalah. Untung istriku bawa ke bengkel, dan kata tukang bengkel cuman salah minor saja.

Saya lihat, anak-anak sudah menggelepar, tidur dengan asyik dengan irama dengkurannya. Istri saya tengok juga sudah lelap, seharian momong si bungsu yang baru 4 bulan lahir dialam fana ini.

Pikiranku terus melayang, tertuju pada berkas-berkas diatas lemari. Uh, benar-benar semrawut dan lusuh. Entah kenapa, saya langsung cari kursi dan menurunkan dokumen-dokumen lama itu. Sebagian dokumen di dalam slorokan juga aku keluarkan. Tanpa sadar, aku bongkar satu persatu, kuintip jam dinding sudah terus beputar mendekati angka 12 malam.

Tanpa menghiraukan putaran jam, terus saja saya bongkar dokumen-dokumen lusuh itu. Ada berkas cicilan Yama Cripton-ku saat di Balikpapan dulu, oiya itu motor sekenku yang pertama pernah ku muliki.Saking sayangnya, kulego saat motor itu sudah benar-benar tak mampu berjalan. Saat itu, 2004 laku 2.750.000, dibeli oleh orang Tabligh.

Berikutnya, berkas-berkas surat "cinta" ku pada istriku saat masih taaruf dulu. Geli juga baca surat itu kembali. Aku formal sekali saat melamar istriku. Dasar emang anak ndak gaul. Aku tidak pernah pacaran, jadi istriku adalah pacar pertamaku. Ehem.

Berikutnya surat-surat tua dari ayahku, saat aku kuliah di STT Telkom, daerah selatan Bandung, Dayeuhkolot namanya. Kubaca ulang, ayahku benar-benar ayah yang baik sekali. Kulihat juga wesel berkas kiriman uang belaiu, tertera 250.000. Pasti ayahku mengumpulkannya setengah mati untuk mendapatkan angka itu. Beliau seorang guru dengan 4 anak, yang kebetulan kemragat alias butuh duit untuk sekolah dalam waktu bersamaan. Aku ingat, kakaku harus terminal dulu untuk ngasih aku slot kuliah. Benar-benar keluarga yang bekerja keras.

Akhirnya, mataku mulai kantuk juga. Akhirnya kuremas-remas dokumen lama yang sepertinya ndak penting, daripada jadi sarang tikus dan rengat. Aku ingin hidup minimalis. Yang ndak perlu bisa saya singkirkan atau kasihkan ke orang agar bermanfaat.

Dalam rasa kantukku itu, aku baca komitmen-komitmenku saat jadi Amir muda. Kalau aku baca ulang, rasanya aku dulu adalah lelaki tangguh dengan cita-cita besar. Bukti itu aku lihat dalam goresan-goresan buku harianku. Organisasi dan bertualang adalah menu harianku. Bahkan kadang kuliahku kocar-kacir gara-gara hobiku itu. Masih teringat bagaimana aku mondar-mandir Bandung - Cianjur untuk membina anak-anak SMA dan SMEA di Cianjur. Ingat sekali, naik kereta Bandung - Sukabumi, dimana setiap gardu pinggir sawahpun berhenti. Bandung - Cianjur musti berhenti 12 kali.

Aha, sungguh kenangan yang indah.
Malam ini berkas-berkas itu mulai kurapikan. Aku ingin menata hidup lebih simpel dan teratur. Dan bukankah aku sudah mau kepala empat. Ah, usia memang cepat berlalu. Kulihat lagi empat anakku tidur begitu pulas. Kupandangi istriku, pulas tapi tampak rasa kecapekan, karena ia harus ngurus sendirian si bungsu. Ku doakan, semoga Allah memberkahi keluargaku dan menjadi pewari cita-cita mudaku.

Ku gores kembali di kertas polos ini, apa-apa yang mau aku lakukan, karena waktu terus berjalan dan umur terus bertambah.

Batuk-batuk kecil menemangi goresan penaku, kadang bikin goresan jadi tak tentu arah. Batuk ini agak lama sembuh, karena memang aku ndak mau antibiotik, aku pengin sehat secara herbal. Setelah selesain kutuangkan goresan, kantuk menyergap. Rasanya mata seperti kena lem,

Ndak sadar, aku tidur dimana semalam. Pagi-pagi bangun azan Subuh sudah berlalu, ah hari ini kelewatan subuh. Ya Allah, berkahilah pagiku ini, aku akan menggores garis-garis hidup yang baru.

Griya Caraka Bandung,
10-12-12

No comments: