Rabu, 19 Januari 2005
Selepas subuh, kami mencari informasi perihal kabar pengiriman bantuan Telkom dari Medan. Namun, hingga pagi ini tak juga muncul. Kabar terakhir, bantuan berupa ambulan, obat-obatan dan paket sandang tertahan di Sungai Tamiang di Langsa yang sedang banjir dan meluap hingga 2 meter. Kondisi ini jelas akan berpengaruh terhadap seremonial esok harinya. Tidak lupa, hari ini Ketua DPP Sekar, Syinar Budi Arta akan hadir di Banda Aceh, sebagai bentuk solidaritas terhadap para pegawai Telkom yang ditimpa musibah.
Namun demikian kami berusaha seoptimal mungkin agar acara esok hari yang dipusatkan di Masjid Baiturrahman dan Klinik Cempaka dapat berlangsung dengan sukses. Untuk kesuksesan tersebut, hubungan terus kami bangun dengan panitia di Medan, sembari mencari solusi terbaik atas keterlambatan pengiriman barang bantuan.
Setelah acara menurut kami sudah matang, maka kami bergerak ke Baiturrahman untuk melihat persiapan. Kami melihat para militer yang melakukan bakti sosial di Baiturrahman. Dari informasi yang kami dapatkan, hari Jumat Presiden RI, SBY akan sholat Ied di Masjid Baiturrahman. Melalui negosiasi dengan pengurus Masjid, maka kami mendapatkan kesempatan menggunakan Masjid Raya setelah sholat Dzuhur esok hari.
Untuk klinik Cempaka, para medis langsung meninjau lokasi. Klinik Cempaka, merupakan klinik yang dikelola para dokter spesialis. Dari proposal yang ada, obat-obatan yang disumbangkan Telkom akan digunakan untuk pengobatan gratis bagi warga Aceh yang terkena bencana. Kami melihat, disamping kebutuhan pokok, dukungan medis sangat vital, mengingat korban tsunami banyak yang mengalami luka. Selain itu juga penyakit paska gempapun juga banyak melanda pengungsi, diantaranya diare dan batuk-batuk.
Selepas menyiapkan kunjungan Direksi, kami melanjutkan tugas rutin harian, yaitu droping bantuan. Bantuan kali ini kami arahkan ke sebelah tenggara Banda Aceh, tepatnya di daerah Ulheu Kareng. Sepanjang jalan menuju Elheu Kareng kami melihat banyak sekali pos-pos pengungsi yang dikelola oleh para relawan nasional & asing. Nampaknya, penduduk yang masih hidup, memilih mengungsi ke arah pegunungan dan meninggalkan tempat tinggal mereka yang nyaris tak berbekas. Ini juga mengantisipasi rasa trauma akibat tsunami, mereka menghindar dari tepi laut.
Menurut pengamatan kami, di Ulheu Kareng ada dua tipe pengungsian. Pertama mereka yang mengungsi di area terbuka, semisal lapangan, masjid & sekolah. Dan tipe kedua, mereka yang mengungsi di rumah-rumah penduduk. Untuk mereka yang mengungsi di area terbuka, nampak cukup kebutuhan pokoknya, hal ini karena disupport langsung oleh jaringan relawan. Sedang mereka yang mengungsi tersebar di rumah-rumah penduduk, nampaknya belum tersentuh. Sehingga mereka harus proaktif ke lembaga-lembaga donor. Melihat fakta tersebut, akhirnya kami putuskan bantuan diarahkan ke rumah-rumah penduduk melalui kordinator pengungsi di di desa-desa.
Menjelang Maghrib, kami baru selesai mendistribusikan bantuan di wilayah Ulheu Kareng. Sungguh sangat menyentuh hati kegiatan sore ini, kami dapat bertatap muka langsung dan merasakan penderitaan yang dialami para pengungsi, yang mana keluarganya tidak utuh seperti sedia kala. Banyak cerita mengharu-biru yang sempat kami rekam dari kesaksian mereka ketika musibah itu datang.
Kegiatan malam, ditutup dengan meeting harian, dan untuk beesok, agenda difokuskan pada acara seremonial bantuan Telkom di Masjid Baiturrahman dan Klinik Cempaka. Momen ini kami anggap penting karena menjawab pertanyaan rakyat Aceh perihal peranan Telkom dalam membantu bencana Tsunami di Aceh. Jangan sampai aktifitas Telkom, sebagai sebuah BUMN strategis di negeri ini tidak terpublikasi secara optimal yang dapat mengakibatkan prasangka yang tidak baik bagi rakyat Aceh.
Banda Aceh, Kamis, 20 Januari 2005
Pagi-pagi ini para relawan harap-harap cemas, mengingat bantuan yang dijanjikan tak kunjung datang. Apalagi, pagi ini perwakilan pengungsi akan datang ke posko. Benar saja, sampai jam 09.00 para perwakilan pengungsi sudah mulai datang. Aku sempat terkejut, jumlah yang direncanakan 12 orang membengkak jadi 35 orang. Mereka perwakilan dari Ulheu Kareng, Umbang Naga, Unsyiah, Loknga dan Mathaie. Untuk mempermudah koordinasi, maka pengungsi kami briefing di Musholla.
Aku juga sempat khawatir, mengingat apa yang dijanjikan tidaklah sesuai dengan yang direncanakan. Dengan hati-hati kami menjelaskan duduk perkaranya kepada perwakilan pengungsi. Sungguh di luar dugaan kami, mereka tidak kecewa, bahkan dengan rendah hati memaklumi keterlambatan datangnya bantuan. Aku sangat terharu dengan pernyataan yang diampaikan oleh seorang Ibu : "Kita boleh berencana, tetapi Allah jualah yang menentukan". Aku sadar, betapa besar rasa tawakal rakyat Aceh ini.
Sempat terbayang dalam benakku, betapa rakyat Aceh benar-benar sangat menderita. Mereka hidup bertahun-tahun dalam kondisi mencekam, sampai ada sebuah kampung disebut sebagai kampung janda, karena para lelakinya banyak yang terbunuh, hilang, atau pergi entah kemana. Belum lagi bencana yang baru saja menimpa, yang menyebabkan mereka harus berpisah dengan anggota keluarga yang sangat dicintainya.
Sungguh, kesabaran yang luar biasa ditunjukkan rakyat Aceh. Dari wajahnya terlihat guratan duka, namun masih tampak optimisme yang luar biasa dalam menghadapi masa depan. "Semua kita kembalikan kepada Alloh, dan ini adalah ujian dan pelajaran bagi yang masih hidup". Demikian ungkap seorang Bapak paruh baya. Subhanallah.
Setelah kami briefing, maka perwakilan pengungsi kami bagi menjadi dua. Satu terkonsentrasi di Masjid Baiturrahman dan sebagian di Klinik Cempaka. Setelah itu, aku terus melakukan kontak dengan kawan-kawan di Bandara. Dari informasi yang aku dapat, Direksi berangkat dari Medan ke Banda Aceh dengan menggunakan pesawat Twin Otter, dan jadualnya jam 11.00 mendarat di Blang Bintang.
Setelah Pak Kristiono dan rombongan mendarat, sesuai rencana acara diarahkan ke Klinik Cempaka. Alhamdulillah, acara di Klinik Cempaka cukup lancar walaupun bantuan diberikan secara simbolis, karena bantuan tertahan di jalan Medan-Banda Aceh. Kemudian acara dilanjutkan di Masjid Baiturrahman. Untuk acara tersebut, semua pengungsi kita evakuasi menuju Baiturrahman dengan kendaraan seadanya.
Usai sholat Dzuhur berjamaah, prosesi penyerahan bantuan dilaksanakan. Mulai dari penyerahan 9 ekor sapi Qurban dan 1000 paket sandang. Acara berlangsung cukup khidmat dan singkat dengan disaksikan para jamaah Masjid Baiturrahman. Pada acara tersebut hadir imam Masjid Baiturrahman serta Dinas Kesehatan yang secara simbolis menerima bantuan Ambulan.
Seusai acara, Dirut mengadakan telekonferensi dengan media masa dan dilanjutkan dengan tatap muka dengan karyawan Telkom Banda Aceh, dan kemudian langsung kembali ke Jakarta. Alhamdulillah, acara yang dirancang dalama beberapa hari dapat berjalan lancar.
Malam harinya seperti biasa kami meeting untuk evaluasi. Pada waktu kami mau meeting harian, terdengar takbir bersahut-sahutan. Sungguh suara takbir itu membuat aku terharu, tak terasa air mata mengucur, mengingat akan kebesaran Allah. Kami melihat beberapa truk dengan sejumlah relawan diatasnya mengadakan takbir keliling menembus kegelapan malam kota Banda Aceh yang nyaris tanpa penghuni, yang entah dimana saat ini berada. Kota Aceh selama kami disini, di malam harinya nyaris seperti kota mati, gelap disertai dengan hembusan bau jenazah yang belum sempat dievakuasi. Jalanan tampak sepi membisu ketika malam mulai merajut. Sungguh suasana yang sangat memilukan. Dan malam ini merupakan malam yang paling membahagiakan hidupku, bertakbir menyambut hari raya Qurban di kota ujung Indonesia yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Dan sungguh suatu kebahagiaan tersendiri, dihari yang berbahagia ini beserta rakyat Aceh dapat berbagi rasa. Dan pengalaman ini tak akan pernah terlupakan dalam hidupku.
Banda Aceh, Jum'at, 21 Januari 2005
Selepas Subuh, para relawan bersiap untuk sholat Ied di Masjid Baiturahman. Dengan berjalan kaki kami menuju Baiturrahman, sebuah masjid tua terbesar di Aceh dengan arsitektur yang sangat khas. Nampak sekitar masjid masih belum tertata rapi, dari depan masjid tampak pula menara utama masjid mengalami retak akibat gempa 9 skala richter. Pada hari kejadian, banyak sekali jenazah yang masuk terbawa arus ke halaman masjid ini. Tampak dari gerbang masjid, para relawan dan warga Aceh berduyun-duyun memasuki Masjid.
Pagi ini, suasana benar-benar mengharukan, menggemakan takbir bersama rakyat Aceh. Sambil melantunkan takbir tampak beberapa Ibu meneteskan air mata. Kami menyadari, bahwa dalam suasana lebaran seperti ini, biasanya mereka berkumpul bersama dengan keluarga, tetapi kini....., ada anggota keluarga yang tak lagi bersama selamanya. Tetesan air mata ini, nyaris mewarnai sholat Ied pagi ini. Khutbah Ied yang disampaikan Prof. Ibrahim Hassan, sangat menyentuh. Dari khutbah itu pula, kami tahu bahwa ternyata komposisi penduduk Aceh adalah 70% wanita dan 30% laki-laki. Ibrahim juga menyampaikan, agar warga Aceh dapat mengambil pelajaran berharga ini dan juga membuka diri sehingga dapat mewariskan dan menjaga kelangsungan tradisi Aceh
Sholat Ied pagi ini tak luput dari sorotan pers nasional dan asing, mengingat presiden RI bersama beberapa menteri melakukan sholat Ied bersama warga Aceh. Selepas sholat Ied, kami berfoto dan kembali ke posko untuk makan bersama. Sebelum makan bersama kami mengadakan seremonial bersama jajaran Kandatel Aceh. Terlihat pada acara tersebut, sekitar lima pegawai Aceh yang ada, selebihnya pengelolaan kantor di BKO-kan ke petugas dari Medan. Sebagai informasi, pegawai Aceh sebagian diungsikan ke Medan selepas kejadian tsunami yang terjadi pada Minggu, 26 Desember 2004.
Selepas Dzuhur, kami meneruskan pekerjaan rutin droping bantuan dan pendataan karyawan. Droping bantuan kami arahkan ke arah Barat Daya Banda Aceh, tepatnya daerah Mata’ie. Di daerah Mata’ie ini juga sangat banyak posko pengungsi. Kami sempatkan untuk langsung dapat melakukan droping bantuan ke pos pengungsi yang relatif kecil, mengingat posko kecil banyak yang belum tersentuh. Setelah selesai droping, mengingat hari ini adalah hari terakhir kami bertugas, maka kegiatan kami gunakan untuk berkeliling kembali ke titik-titik bencana.
Usai droping kami menuju ke arah Ulheu-Lheu, pelabuhan tua di utara pantai Banda Aceh. Kami melihat, suasana sudah nampak berubah dibandingkan minggu lalu. Jalan sudah mulai mudah diakses, meskipun puing-puing bangunan belum dapat dibersihkan. Keramaian mulai nampak, dan masih banyak relawan domestik dan regional yang berdatangan, juga pers asing yang meliput bekas bencana di ujung Banda Aceh ini. Kami sempat melihat rumah kontrakan seorang Satpam Telkom nyaris tanpa bekas dan tegelnya berhamburan.
Setelah dirasakan cukup, kami meneruskan melihat PLTD terapung berbobot 2000 ton yang terdampar hingga 5 km dari ujung pantai. Selama menuju PLTD tersebut, masih kami jumpai beberapa kantung mayat, juga beberapa tanda dilokasi tersebut yang menunjukkan masih ada mayat yang belum dievakuasi. Sebagaimana informasi, beberapa posko relawan telah mengubah orientasi dari evakuasi jenazah ke mengurusi pengungsi yang masih hidup. Kebijakan ini diambil mengingat resiko cipratan cairan mayat sangat beresiko bagi organ tubuh, Ada beberapa info yang kami terima, relawan dan TNI harus diamputasi karena cipratan tersebut. Sehingga proses evakuasi jenazah yang memasuki minggu ketiga, hanya dilakukan oleh relawan yang professional dan dilengkapi alat khusus serta didampingi TNI dengan dilengkapi alat berat. Solusi tersebut diambil karena jenazah masih cukup banyak, khususnya yang tertimpa gedung dan reruntuhan akibat tsunami. Tanpa adanya bantuan alat berat sangat sulit mengambil jenazah yang kondisinya sudah membusuk serta mulai terurai dari engsel tulangnya.
Menjelang Maghrib, kami kembali ke posko. Malam harinya diisi dengan acara serah terima ketua posko, dari relawan Divre VI ke relawan Divre VII yang baru datang. Dalam acara yang berlangsung santai tersebut, kami serahkan semua berkas hardcopy maupun softcopy yang menyangkut operasional posko. Dari sharing tersebut banyak hal yang di dapatkan, yang akan memperkaya kazanah kami. Malam harinya kami habiskan untuk packing persiapan besok, mengingat pagi harinya kami harus sudah ada di Blang Bintang.
Banda Aceh, Sabtu, 22 Januari 2005
Setelah makan pagi, dengan khidmat kami pamit kepada seluruh relawan serta memohon maaf atas segala kekhilafan. Maklum dalam kondisi darurat seperti ini banyak hal yang luar biasa. Usai pamitan, kami diantar ke Blang Bintang. Sesampainya di bandara terlihat fungsi bandara sudah mulai kembali normal, tidak seperti saat kami datang minggu lalu. Tampak beberapa relawan yang pulang, demikian pula relawan baru yang datang,
Pukul 10.00 kami take off menuju Polonia Medan dengan Jatayu, membawa kenangan yang tak akan pernah kami lupakan seumur hidup. Pengalaman melihat langsung kekuasaan Allah yang Maha Dahsyat. Sungguh pengalaman yang luar biasa dapat bersentuhan langsung dengan rakyat Aceh yang selama ini menderita dan melihat langsung betapa dahsyat akibat tsumani.
Selama perjalanan, kami teringat kembali hari-hari pertama kami datang ke Aceh. Kami ingat kembali hari-hari yang kami lalui, seakan terurai dengan sendirinya. Semoga suatu waktu, kami dapat hadir kembali ke Aceh. Dan semoga suasana Aceh saat itu telah menjadi lebih makmur, lebih damai dan dan lebih sejahtera. Bersyukur pula, disaat krisis kami dapat mencicipi hidangan khas Aceh, mulai dari kopi saring Aceh, Mie Aceh dan Ayam Sampah. Yang jelas tidak kita dapatkan diluar bumi rencong. Alhamdulillah, sebagai perekat ingatan kami akan Bumi Rencong.
Ucapan terimakasih kepada :
- Allah Swt, atas kesempatan berharga yang diberikan-Nya kepadaku dan kawan-kawan untuk turut membantu rakyat Aceh yang tertimpa bencana.
- Belahan jiwaku, Dewi Masitoh dan Mujahid Kecilku, Izzuddin Azzam Fauzi. Yang senantiasa setia menemaniku dalam suka dan duka.
- Manajemen Divre VI Kalimantan, yang telah memberikan ijin dan supportnya.
Sekar DPW I Sumatra, yang telah membantu kelancaran kami bertugas di Aceh.
Posko Aceh, yang memberikan kesempatan kepada kami mengabdikan diri dan belajar mengatasi masalah disaat minim resources. - Relawan Divre VI ( Bang Hari "Menkeu", Bang Maladi "Menhub Kita", Bang Fauzie "Menteri Pangan & Gizi", Bang Muslikh "Mr Jawara", Bang Mesran "Mie Aceh memang Top", Bang Riyanto "Driver Bus Malam Kita") . Sampai ketemu kembali di event yang berbeda, rawat terus niat & semangat relawan kita.
- Seluruh anggota Sekar Divre VI, yang turut mendoakan keberangkatan kami.
Amir Fauzi
Owner
Fatta Niaga
=======================================
www.bursajilbab.com : Grosir Jilbab Super Murah
www.bajubayimurah.com : Pusat Kulakan Baju Bayi
www.ebajumuslim.com : Grosir Baju Muslimah Murah
www.wafanakids.com : Grosir Baju Muslim Anak
www.grosirkoko.com : Grosir Baju Takwa Bandung
www.jihadiclothing.com : Kaos Distro Muslim
www.sekolahsablon.com : Spesialis Kursus Sablon Kaos
=======================================
No comments:
Post a Comment