Pakar yang Terpinggirkan


















Banyak pakar di Indonesia ini. Tak ada yang menyangsikan itu. Tapi apakah kepakaran itu kemudian berdampak pada kesejahteraannya. Sepertinya tidak selalu.

Kepakaran yang dibangun dari akademis mungkin ya, karena gaji profesor tentu akan lebih tinggi dari gaji dosen atau guru. Tapi kepakaran yang dibangun diluar dunia akademis, sepertinya nasibnya tak seberuntung mereka.

Seorang pakar bengkel motor atau mobil, banyak seumur hidupnya jadi montir. Ada yang pakar sablon, seumur hidupnya jadi operator sablon. Ada yang pakar bikin sepatu, nasibnya sama, hanya dari pabrik sepatu ke pabrik lainnya. Ada pakar bikin tas, tak jauh beda, hanya membesarkan usaha orang lain seumur hidupnya.

Bahkan, dalam banyak kasus, kita temui, dihari tuanya memprihatinkan. Padahal hasil karyanya telah membesarkan banyak perusahaan orang. Mengubah nasib orang bak bumi dan langit.

Mengapa hal itu terjadi. Salah satunya adalah lemahnya ilmu manajemen. Disatu sisi, banyak yang pakar ilmu manajemen, tapi tak mau turun mengelolanya.

Andai, para pakar yang kompeten di ilmu teknis itu bertemu dengan pakar manajemen. Hasilnya bisa luar biasa. Bisa saling mengisi.

Tapi masalahnya, orang teknis sulit bekerja sama dengan orang manajemen. Pun demikian, orang manajemen banyak alergi dengan orang teknis. Akhirnya, ya begitulah.

Boleh jadi, salah satu aktifitas saya adalah menemukan orang-orang hebat yang terpinggirkan dan kemudian memfasilitasi kompetensinya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Dalam perjalanannya, ada yang bisa diajak kerjasama, ada yang tidak. Ada yang bisa kerjasama dalam jangka panjang, ada juga seumur jagung. Seperti kata Steve Jobs, innovation is connecting dot. Inovasi itu seperti menghubungkan sebuah titik.

Andai kolaborasi seperti ini dilakukan secara masive, tentu akan membuat sejahtera bangsa ini lebih cepat. Tapi untuk mewujudkannya perlu mental tak mudah patah arang, karena berkawan dengan kegagalan dan ditipu orang itu menyakitkan. Karena rasa sakit itu, jarang yang menempuh jalan terjal itu.

***

No comments: