Coaching yang Saya Tahu















Sebelumnya saya mengira, coaching itu adalah salah satu metode pengajaran sejenis training atau mentoring. Namun, setelah mendalami lebih jauh, ternyata sangatlah berbeda. Jika metode pembelajaran lainnya lebih menekankan pada kemampuan pengetahuan superior dari seorang trainer atau mentor misalnya, namun kalau coaching justru sebaliknya. Coachee menjadi pusat dari sumberdaya pembelajaran yang akan dieksplorasi seorang coach.

Dalam prakteknya, seorang coach perlu mendalami kompetensi dasar dalam menggali seluruh potensi seorang coachee, melihat potensi-potensinya dan memantiknya menjadi sebuah kekuatan yang muncul dari dalam. Semakin netral posisi seorang coach, dan semakin powerful penggalian yang dilakukukan oleh seorang coachee adalah kondisi ideal untuk mendapatkan hasil peningkatkan kerja yang menakjubkan.

Untuk mendapatkan kompetensi coach yang ideal, maka seorang coach memerlukan beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki dan dilatih terus menerus. Keterampilan tersebut tidak cukup hanya dalam bentuk teori berupa pengetahuan teknis dan psikologis, namun harus diwujudkan dalam dalam bentuk praktek langsung sebagai bentuk exercise untuk mengoleksi jam terbang.

Semakin banyak jam terbang diperoleh, maka seorang coach akan sangat kaya perbendaharaan ilmunya. Kunci utama disini adalah practice make perfect. Semakin banyak jam terbang, semakin kaya perbendaharaan seorang coach yang menjadi bekal dalam meningkatkan kapabilitasnya dalam meng-coach orang lain.

Dalam teori dasar yang dikembangkan komunitas coach, seorang coach idealnya perlu memiki keterampilan dasar yang perlu terus diasah, diantaranya : building rapport, powerfull listening, powerfull question dan coaching metodology.

Building rapport adalah seberapa baik hubungan antara seorang coach dengan coachee. Semakin baik dalam membangun hubungan maka akan semakin baik dan berkualitas pula jalannya proses coaching. Untuk mendapatkan hubungan yang berkualitas, ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan diantaranta melalui pendekatan berbasiskan NLP atau psikologi terapan lainnya.

Kemampuan listening adalah kemampuan mendengar dengan baik dan maksimal. Semakin baik seorang coach melakukan proses mendengar, maka akan semakin berkualitas jalannya proses coaching. Bagaimana seorang coach mampu menangkap “big elephant” atau point-point penting dalam sebuah sesi coaching, menjadi modal penting untuk menggali lebih dalam potensi seorang coach. Keterampilan mendengar, walaupun terlihat mudah dan biasa kita lakukan, namun untuk menjadi seorang powerfull listening diperlukan skills dan exercise yang perlu dilatih terus menerus.

Selain itu, seorang coach harus memiliki kemampuan menggali coachee melalui pertanyaan-pertanyaan yang berkualitas. Pertanyaan tersebut dilakukan secara eksploratif melalui berbagai jenis pertanyaan terbuka. Bisa dimulai dengan pertanyaan terbuka apa, siapa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana serta pertanyaan terbuka dan eksploratif lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan terstruktur ini akan menggali secara mendalam alam bawah sadar coachee yang sebelumnya tidak muncul. Kemampuan melontarkan pertanyaan ini menjadi aktifitas kunci seorang coach untuk mendapatkan hasil maksimal dalam membuka kotak pandora seorang coachee. Melalui sesi ini bisa jadi akan ditemukan momen Aha ! laksana mememukan butiran mutiara dalam tempurung kerang, yang bisa jadi seorang coachee tidak menyadari selama hidupnya.

Disamping menguasai soft skills diatas, seorang coach harus memiliki metode yang terbukti handal. Salah satu metode yang banyak diimplementasikan adalah metode coaching yang dikembangkan oleh ICF (International Coaching Federation).

Metode ICF dalam prakteknya bisa dijelaskan secara sederhana sebagai berikut : Agenda, Why, Outcome & Measure. Pada tahap Agenda, seorang coach membikin kesepakatan tentang apa yang akan dibahas pada sesi coaching bersama coachee. Selanjutnya, pada tahap Why, seorang coach akan menggali lebih dalam tentang sebab dan alasan mengapa agenda tersebut dipandang penting bagi seorang coachee. Pada tahap outcome, seorang coach akan menggali kriteria target yang ditetapkan melalui identifikasi kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan setelah sesi coaching.

Pada tahap akhir, seorang coach akan membantu seorang coachee untuk merumuskan ukuran-ukuran keberhasilan, bagaimana cara mencapainya, apa hambatan dan bagaimana menyelesaikannya serta seberapa besar komitment seorang coachee untuk mencapat target yang telah ditentukan.

Melihat proses dan sistem coach diatas terlihat bahwa proses coaching menjadi bagian penting dari mekanisme pemberdayaan sumber daya manusia. Coaching bisa menjadi pelengkap dari proses pemberdayaan lainnya, seperti training, mentoring, consulting & therapy.

Namun demikian, untuk mendapatkan hasil maksimal dari proses coaching, seorang coach juga perlu membekali diri dengan kompetensi yang berbasis ilmu psikologi. Untuk melengkapi kompetensi tersebut, seorang coach bisa menempuh pembelajaran Neuro Linguistic Program (NLP) sebagai salah satu best practice dalam pembelajaran soft skills. Jika ingin memperdalam lebih lanjut, selain skills NLP, juga bisa dilengkapi dengan ilmu hipnotyc untuk mendalami alam bawah sadar seorang coach.

Dengan kelengkapan keilmuan tersebut, maka seorang coach menjadi sangat powerfull pengetahuannya sehingga mampu memahami kondisi coach dengan sangat baik dari alam sadar dan bawah sadarnya. Lepas dari semua skilll dan knowledge diatas, maka jam terbang akan sangat menentukan seberapa cakap seorang coach.

Pada dasarnya, pengetahuan diatas tidak akan banyak memberi dampak tanpa praktek dilapangan. Seorang coach adalah seorang pembelajar, saat berhenti belajar, maka akan berhenti bertumbuh. Dan kata kunci dari keahlian seorang coach adalah praktek. Practice make perfect !

No comments: