Jiwasraya & Asabri















Jiwasraya konon merugi 13.5 Trilyun. Asabri konon tak kalah besar 10 Trilyun. Jiwasraya nasabahnya berupa layanan DPLK, asuransi pribadi dan kelompok dengan keanggotaan publik. Sedangkan Asabri adalah asuransi dari TNI, Polri, ASN dan lainnya.

Para nasabah itu membayar premi baik pribadi maupun lewat perusahaan dengan harapan jika ada kejadian sebagaimana yang disepakati dalam perjanjian polis, maka perusahaan asuransi itu akan membayar sesuai ketentuan yang disepakati.

Kalau asuransi pensiunan bisa dinikmati saat pensiun nanti, bisa berupa uang maupun fasilitas kesehatan. Untuk pegawai aktif bisa dicairkan saat ada kecelakaan kerja atau kematian.

Ilmu untuk memprediksi kapan uang harus dibayarkan dan berapa besar harus membayar premi disebut aktuaria. Dengan segala variabel dikumpulkan untuk memprediksi segala resiko yang akan terjadi.

Darimana biaya operasional dan gaji pegawai asuransi didapat. Ya dari memutar uang nasabah yang masuk kedalam portofolio investasi. Laba dari perputaran itulah untuk biaya operasional, selebihnya jadi untung perusahaan.

Agar perusahaan asuransi dapat menjamin pembayaran saat jatuh tempo, maka ada undang-undang asuransi dan dana pensiun. Undang-undang itu intinya, agar pada saat jatuh tempo bayar ke nasabah dijaminkan ada duitnya. Oleh karena itu, perusahaan asuransi tidak boleh ugal-ugalan yang berakibat bangkrut.

Maksud ugal-ugalan disini yaitu menginvestasikan duit nasabah kepada portofolio yang tinggi resikonya. Perusahaan asuransi investasinya harus konservatif alias aman. Sehingga investasi kedalam bentuk saham beresiko tinggi tabu dilakukan, kalaupun boleh hanya untuk yang blue chip.

Mayoritas investasi pada resiko rendah dan moderat macam surat utang negara atau deposito.

Nah, kenapa Jiwasraya & Asabri merugi. Dugaanya adalah investasi pada portofolio beresiko tinggi. Apa itu ?

Saham non blue chip atau saham gorengan. Saham yang tidak memcerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan itu. Katakanlah saham itu melejit akibat gorengan sampai di angka 1.000 perak, padahal nilai sebenarnya 75 perak.

Saham gorengan itu dibeli saat harga tinggi. Dan kemudian karena saham gorengan seperti kerupuk, langsung mengkerut dingin kena angin dengan kembali ke nilai asalnya jadi 75 perak.

Nah, investor hilang duit sebesar 925 perak dalam tempo tak terlalu lama. Kemana hilangnya 925 perak tadi. Karena uang maya, saat investor beli dengan harga tinggi, serta merta setelah dibeli, pemegang saham hantu pada melepas sahamnya. Panen besar mereka.

Kenapa itu semua terjadi. Saya juga tidak tahu, deripada menebak nebak, biar yang berwenang mencarinya, atau untuk sementara kita tanyakan pada rumput yang bergoyang...

No comments: