Tak Harus Malu Belajar















Masih dalam kerangka mengulik hikmah dari pandemi corona, tak ada salahnya berbagi ide. Agar tak kehabisan harapan, layaknya api unggun yang kehabisan kayu bakar yang meninggalkan bara dan abu.

Hikmah pandemi, dari sisi ekonomi adalah belajar berdikari dan survival. Ujian ekonomi kali ini beda dengan tahun 1998 atau 2008 lalu. Kalau goyangan sebelumnya, itu yang terdampak hanya sebagian negara, kali ini ndak, merata. Negara yang suka ekpor maupun yang gemar impor. Sama.

Berdikari itu harus dipaksa. Sesuatu yang ndak enak, sangat sulit dipacu dengan stimulus rasa enak, dan mujarab distimulus rasa sakit. Corona kali ini disuntik rasa sakit agar muncul jiwa berdikarinya. Berhasil atau tidak, sangat tergantung masing-masing.

Stimulus rasa sakit ini, banyak menyembuhkan negera-negara maju untuk bangkit, khususnya di sektor industri. Mari kita kupas satu-satu, yang kebetulan saya menyaksikan langsung keadaan negeri-negeri itu.

Jepun, salah satu kampiun industri dunia, mengalami dua kebangkitan. Pertama saat restorasi meiji, yang memaksa kekuasan para samurai menyatu. Restorasi meiji yang memaksa para pemudanya berkelana belajar dinegeri barat dan harus kembali setelah lulus untuk membangun industri dalam negeri.

Pukulan menyakitkan kedua saat hirosima dan nagasaki, yang menyebabkan jepang jadi pesakitan, macu kembali untuk bangkit menjadi negara industri. Perhatian hirohito begitu kuat pada para guru dan orang berilmu menjadi pemantik bangkitnya industri jepang.

Pertumbuhan industrinya diproteksi melalui sogo sosha, yang membimbing industri rumahan naik kelas menjadi industri nasional dan global. Suzuki, toyota, mitsubishi, honda dan lainnya adalah nama-nama orang yang diawali dari industri rumahan yang kini mengglobal. Kalau anda jalan di tokyo, pastilah sulit anda temui merek diluar produk-produk dalam negeri mereka.

Berikutnya Korea. Rasa sakit akan penderitaan dijajah jepang membuat korea bangkit. Tak mau jadi warga kelas dua. Jargon warga korea lebih baik dari jepun didengungkan. Filem-filem heroik melawan jepang didaraskan kepada anak-anak muda.

Peran negara tak lupa hadir, lahirlah chaebol-chaebol alias usaha rumahan yang kemudian diproteksi dan dikembangkan. Muncul hyundai, daewoo, kia, samsung dan lainnya. Kalau anda jalan di Seoul, pasti sangat sulit anda temui merek-merek selain produk korea.

Kita melompat lebih jauh, Belanda. Negeri yang pernah menjajah kita. Negeri kincir angin ini adalah salah satu penghasil keju, daging dan sayur di eropa barat. Kualitas kejunya banyak orang menyebut sebagai kualitas terbaik. Mengapa demikian, salah satunya adalah proteksi dari negaranya.

Atau melirik petani dan peternak dipegunungan swiss. Variasi cuaca dengan empat musim, membuat para peternak dan petani kerja ekstra, saat musim panas menyiapkan makanan ternak untuk persiapan musim dingin. Kenapa mereka mampu bertahan di industri ternak dan pangan, sekali lagi, pemerintah hadir dan memberi subsidi kepada petani dan peternak.

Dari kisah-kisah ini, apa yang bisa kita pelajari. Negera maju itu didesain, bukan dibiarkan tumbuh sendiri dan ambyar pada akhirnya. Siapa yang mendesain, pemerintah negerinya. Hadirnya negara ibarat rumah bagi para penghuninya. Bisa dibayangkan, jika sebuah keluarga tanpa rumah. Cerai berai.

Apakah peran negara dalam industri di negeri ini lahir sebagaimana layaknya ? Apakah negara telah berpihak pada stakeholder utamanya, yaitu rakyat ? Apakah negara hadir menjadi pelindung industri anak bangsa ?

Tak perlu dijawab sekarang, kondisi saat ini secara empiris menjawab atas pertanyaan-pertanyaan tersebut...

Lantas apa yang bisa dilakukan sebagai anak bangsa, jawabnya simpel, jika negara gagal melindungi, mari menyiapkan penyelamatan dan melindungi diri masing-masing...

No comments: